Windflowers,
my father told me not
to go near them, he said he feared
them always, and he told me that
they carried him away.
Windflowers, beautiful windflowers,
I couldn't wait to touch them,
to smell them I held them closely,
and now, I cannot break away
their sweet bouquet disappears
like the vapor, in the desert
so, take a warning, son.
Windflowers, ancient windflowers,
their beauty, captures every young dreamer
who lingers near them,
but Ancient windflowers, I love you.
Thursday, November 15, 2007
Monday, November 12, 2007
Me vs Angin Belanda
Satu bulan silam, di kelas 3D Computer Graphics saya kebagian tugas untuk presentasi tugas di hadapan dosen, asisten, dan rekan-rekan satu kelas. Ketika itu, yang saya presentasikan adalah hasil pekerjaan kelompok berupa sebuah program komputer yang menampilkan sebuah citra 3 dimensi dari pohon (ngga tahu pohon apa, yang penting keliatan bagus deh). Setelah menjelaskan ini itu tentang program tersebut, akhirnya tibalah saatnya untuk menampilkan animasi andalan kelompok kami: pohon yang bergoyang karena tertiup angin. Beberapa orang yang duduk di depan kelas tampak nyengir-nyengir kecil melihat animasi ini (meskipun tidak bisa dipastikan nyengirnya karena memang disebabkan oleh presentasiku atau karena sakit gigi). Belum puas dengan reaksi para penonton, saya kemudian menampilkan animasi pohon yang serupa, namun dengan membuat animasi pohon tersebut tampak sedang diguncang angin badai yang hebat. "Dan inilah... pohon di Belanda", kataku. Seisi kelas ketawa terbahak-bahak. Puas rasanya menertawakan angin Belanda. HabsQ vs Angin Belanda, satu kosong.
Tiga hari yang lalu, hari Jum'at siang, saya berangkat ke sportcentrum untuk Shalat Jum'at (ya ya, kalian nggak salah baca, shalat Jum'atnya memang di sportcentrum). Ramalan cuaca menunjukkan suhu 10 derajat celcius which is tidak begitu dingin untuk ukuran Belanda di bulan November. Dengan mengendarai sepeda kumbang kesayangan berangkatlah saya menuju sportcentrum. Tak disangka tak dinyana, angin bertiup sangat kencang sekali ke arah yang berlawanan dari tujuanku. Untuk melaju dengan kecepatan satu meter per detik saja rasanya luar biasa berat (padahal kakiku terbuat dari batu loh! Hasil latihan fisik bertahun-tahun :P). Akhirnya saya nekat saja menerjang badai mengingat waktu shalat Jum'at nggak mungkin bisa diundur-undur lagi. Uuuurrrgghhhhh. Kalau angin Belanda bisa ngomong, pasti dia bilang: Angin Belanda vs HabsQ, satu sama (sambil nyengir kuda, asumsi dia bisa nyengir).
Lewat sedikit dari terowongan bawah laut (dengan asumsi bahwa hampir semua daerah di Belanda berada di bawah ketinggian air laut, jadi bukan cuma terowongan aja), tiba-tiba kejutan berikutnya muncul. Hujan es batu! Tanpa pemberitahuan resmi sebelumnya tiba-tiba si angin dengan baiknya menghembuskan jutaan butir air yang sudah membeku (disebut es, ada di buku IPA Sekolah Dasar, silakan dicek lagi) ke seluruh tubuhku. Ctaakkkk ctakkk ctakkk tak takkkk (sound effect). Gede sedikit butiran esnya mungkin aku bisa benjol-benjol tuh. Orang bule di belakangku ketawa-ketawa ga jelas. Come on! Kita bisa ketawa pada saat menceritakan ini ke anak cucu nanti, tapi yang jelas bukan sekarang! Akhirnya dengan benjol dan berdarah-darah (hiperbola) + ngos-ngosan sampai juga saya di sport centrum. Skor 2-1 untuk Angin Belanda.
Seakan-akan nggak puas dengan keunggulan tipis itu, hampir tiap hari hujan angin + es batu dihadiahi oleh angin Belanda. Skornya udah bukan skor tipis lagi... tapi sudah seperti hasil pertandingan tim sepakbola Italia vs Tim Nasional Indonesia. Rencana pembalasan sudah disiapkan memang. Salah satunya, saya merencakan membuat model angin Belanda sebagai bagian dari tesis saya yang bertema "Simulasi Jalan Raya dan Wireless Sensor Network" namun rencana ini sepertinya akan ditentang habis-habisan oleh supervisor di kampus.
Tiga hari yang lalu, hari Jum'at siang, saya berangkat ke sportcentrum untuk Shalat Jum'at (ya ya, kalian nggak salah baca, shalat Jum'atnya memang di sportcentrum). Ramalan cuaca menunjukkan suhu 10 derajat celcius which is tidak begitu dingin untuk ukuran Belanda di bulan November. Dengan mengendarai sepeda kumbang kesayangan berangkatlah saya menuju sportcentrum. Tak disangka tak dinyana, angin bertiup sangat kencang sekali ke arah yang berlawanan dari tujuanku. Untuk melaju dengan kecepatan satu meter per detik saja rasanya luar biasa berat (padahal kakiku terbuat dari batu loh! Hasil latihan fisik bertahun-tahun :P). Akhirnya saya nekat saja menerjang badai mengingat waktu shalat Jum'at nggak mungkin bisa diundur-undur lagi. Uuuurrrgghhhhh. Kalau angin Belanda bisa ngomong, pasti dia bilang: Angin Belanda vs HabsQ, satu sama (sambil nyengir kuda, asumsi dia bisa nyengir).
Lewat sedikit dari terowongan bawah laut (dengan asumsi bahwa hampir semua daerah di Belanda berada di bawah ketinggian air laut, jadi bukan cuma terowongan aja), tiba-tiba kejutan berikutnya muncul. Hujan es batu! Tanpa pemberitahuan resmi sebelumnya tiba-tiba si angin dengan baiknya menghembuskan jutaan butir air yang sudah membeku (disebut es, ada di buku IPA Sekolah Dasar, silakan dicek lagi) ke seluruh tubuhku. Ctaakkkk ctakkk ctakkk tak takkkk (sound effect). Gede sedikit butiran esnya mungkin aku bisa benjol-benjol tuh. Orang bule di belakangku ketawa-ketawa ga jelas. Come on! Kita bisa ketawa pada saat menceritakan ini ke anak cucu nanti, tapi yang jelas bukan sekarang! Akhirnya dengan benjol dan berdarah-darah (hiperbola) + ngos-ngosan sampai juga saya di sport centrum. Skor 2-1 untuk Angin Belanda.
Seakan-akan nggak puas dengan keunggulan tipis itu, hampir tiap hari hujan angin + es batu dihadiahi oleh angin Belanda. Skornya udah bukan skor tipis lagi... tapi sudah seperti hasil pertandingan tim sepakbola Italia vs Tim Nasional Indonesia. Rencana pembalasan sudah disiapkan memang. Salah satunya, saya merencakan membuat model angin Belanda sebagai bagian dari tesis saya yang bertema "Simulasi Jalan Raya dan Wireless Sensor Network" namun rencana ini sepertinya akan ditentang habis-habisan oleh supervisor di kampus.
Subscribe to:
Posts (Atom)