Monday, March 31, 2008

Jangan Kau Rusak Futsal Kami

Warning! Ini tulisan terpanjang yang pernah saya buat. Siapkan mental dan fisik anda terlebih dahulu… judul tidak ada sangkut-pautnya dengan isi... hehehe...

Bum! Akhirnya international sportsday 29 Maret 2008 di Roterdam berakhir sudah. Turnamen ini merupakan yang ke-2 kalinya bagi saya ini adalah salah satu wadah penyaluran hasrat berkompetisi bagi jiwa-jiwa muda semacam saya (hahaha). Mulai dari futsal, bulutangkis, basket, sampai catur dan dart semuanya ada di sini. Delapan tim dari seluruh pelosok Nusant... maaf Belanda bertarung untuk memperebutkan gelar sebagai tim internasional terbaik di Belanda. Turnamen yang diselenggarakan setiap tahun ini memiliki nilai lebih buat kami para sporter dan supporter dari TU Delft mengingat sejak pertama kali diselenggarakan di tahun 1980 gelar juara umum tidak pernah berhasil kami raih.

Oke, saya akan menulis lebih banyak tentang futsal. Tim ini beranggotakan 10 pemain yaitu: kapten Saeed, Ali, Mas Firman, Pak Edy, Dwi Macho, Jas, Tarekh, Yusuf, Jerry, dan saya sendiri. Sejujurnya saya sangat pesimis dalam menghadapi turnamen tahun ini mengingat kami kehilangan sosok kapten, pemain bintang, dan pemimpin yang ideal pada diri Andrew. Lebih-lebih tiga pemain lain yang sangat menonjol di keikutsertaan kami pada tahun sebelumnya juga absen. Edgardo dan kiper Gustavo menderita cedera parah pada kakinya dan Bang Leary sudah kembali ke kampung halamannya. Satu-satunya pemain yang benar-benar berkelas yang menyertai tim ini adalah Jerry Okpanachi, striker asal Nigeria yang juga pemain tim amatir Delft, Ariston.

Kekhawatiran saya semakin menjadi setelah mendekati detik-detik akhir keberangkatan rombongan TU Delft, tiga orang pemain: Dwi Macho, Mas Firman (kiper kami satu-satunya), dan Yusuf belum juga menampakkan batang hidungnya. Untunglah Dwi Macho muncul sebelum supir bus menginjakkan kakinya di pedal gas dan Mas Firman menyusul kami dengan kereta. Yusuf sendiri sampai detik ini tidak terdeteksi keberadaannya hehehe...

Di pertandingan pertama TU Delft berhadapan dengan MEL Rotterdam. Tampak kedua tim masih mencari-cari ritme permainan dan sampai pertandingan usai skor masih tetap kacamata. Masih dengan kondisi tidak jelas, di pertandingan kedua kami harus menghadapi tim tuan rumah, IHS Rotterdam yang diperkuat striker "Si Kuncir Maut" dan kiper tangguhnya. Organisasi tim yang tidak jelas, tidak adanya orang yang bisa memimpin tim ini (no coach!), ditambah lagi kapasitas beberapa pemain yang memang under-average maka TU Delft menderita kekalahan pertama di turnamen ini. 0-2 untuk IHS dan terima kasih pada "Si Kuncir Maut" yang telah mengacak-acak pertahanan kami. Satu-satunya nilai plus yang kami dapat pada pertandingan ini adalah bahwa Mas Firman bermain sangat baik di bawah mistar gawang.

Hasil tidak memuaskan di dua pertandingan awal membuat kami tersengat. Melawan RNTC Hilversum, TU Delft bermain lebih baik untuk kemudian mencetak dua gol melalui Jas dan Jerry. RNTC berhasil membalas dengan satu gol namun kemenangan tetap berada pada kami dengan skor akhir 2-1. Dari sini tim kami sudah punya pola. Tarekh (yang awalnya saya ragukan karena keterbatasan kemampuan teknisnya) tampil baik sebagai orang terakhir di pertahanan. Jas bermain agresif dan aktif melepaskan tendangan jarak jauh ke gawang lawan tanpa melupakan tugasnya di lini belakang. Sedangkan di depan, Jerry dengan leluasa mengacak-acak pertahanan lawan dengan dengan skill dan kecepatannya yang tiada tandingannya.

Di pertandingan selanjutnya TU Delft makin menggila. Melawan ITC Enschede, dalam waktu singkat TU Delft berhasil menyarangkan dua gol cepat lewat Jas dan Jerry. ITC membalas satu gol namun pressing game yang diperagakan oleh Pak Edy "Shutoman" Billah membuat mereka kewalahan dan kembali kebobolan oleh Jerry. Di penghujung pertandingan saya berhasil mencuri bola dan melewati seorang pemain lawan sebelum melepaskan tendangan dari tengah lapangan yang tidak bisa dihadang kiper lawan (Oh d*** I'm good! :P). Spirit para pemain (dan supporter) TU Delft makin meninggi dengan kemenangan 4-1 atas tim yang notabene adalah runner-up tahun lalu.

Di balik kemenangan yang mengesankan ini, masih ada sedikit kekhawatiran dalam diri saya, utamanya menyangkut dua orang pemain: Saeed dan Ali. Mereka berdua jelas tidak punya kapasitas teknik, fisik, maupun taktik bermain futsal. Kombinasi dari kaki yang lambat, teknik yang tidak sempurna, dan mental individualistis mereka menjadikan mereka gangguan terbesar bagi tim. Lebih buruk lagi, Saeed sebagai kapten tim merasa mempunyai otoritas tertinggi dalam tim dan cenderung memprioritaskan dirinya sendiri dan Ali untuk tampil di lapangan. Hal ini menyebabkan Dwi Macho kekurangan kesempatan untuk beradaptasi di lapangan (ngga tahu ya sampe pundung apa ngga).

Di pertandingan selanjutnya melawan MEL Rotterdam kecenderungan ini semakin mencolok. Saeed memilih dirinya sendiri dan Ali untuk tampil dibandingkan dengan Jas yang bermain gemilang pada pertandingan sebelumnya. Jas sampai kebingungan dan berkata padaku, Pak Edy, dan Dwi di pinggir lapangan: "He really hates me". Kami sampai harus menghiburnya dengan mengatakan: "Don't worry, we really like you :P".
Saeed yang meskipun selalu bermain buruk berhasil mencetak gol pertamanya setelah terus-menerus bermain dengan prinsip "ngetem is the best". Setelah Saeed dan Ali keluar lapangan permainan kami semakin baik dalam bertahan maupun menyerang. Dari serangan balik yang cepat, Jerry kembali membobol gawan lawan setelah berlari kencang dari daerah pertahanan sendiri. Beberapa kali Saeed berusaha mengganti Jas, Jerry dan Tarekh namun kami halang-halangi sampai dia kesal sendiri. Terbukti keputusan kami benar setelah Tarekh menutup kemenangan dengan tendangan geledek dari jarak jauh, 3-0 untuk TU Delft. Dalam pertandingan ini Saeed dan Ali terus-menerus melakukan aksi egoisnya dengan berpura-pura tidak mendengar panggilan kami untuk diganti dan bahkan terang-terangan menolak untuk diganti.

"Saya kaptennya", kata Saeed (tentu saja dalam Bahasa Inggris). Sepertinya dia dan Ali benar-benar tidak merasa bahwa kualitas permainan mereka mengkhawatirkan (ini sebetulnya gejala yang umum dalam dunia sepakbola, pemain yang payah sering tidak sadar kalau dirinya payah, termasuk saya tanpa kecuali :P). Sebagian anggota tim sudah antipati terhadap mereka berdua. Namun demi menjaga spirit tim yang lagi tinggi-tingginya kami berusaha untuk menghindari clash.

Kami mendapat break untuk makan siang dan shalat, sekaligus ngobrol-ngobrol dengan beberapa rekan Indonesia dari universitas lain (yeah... Indonesia rocks!). Sedikit menarik nafas meskipun nggak capek sama sekali. Gimana bisa capek, semenit di lapangan sudah ada yang teriak-teriak minta ganti :P

Ternyata break makan siang tidak memberi sisi positif bagi kami. Melawan ISS The Hague (alias Den Haag) yang cukup tangguh sudah saya prediksi akan sulit. TU Delft kebobolan terlebih dahulu. Jerry masih tampil gemilang seperti biasa namun dia selalu dikerumuni pemain bertahan lawan. Saeed dan Ali (yang masuk belakangan) berkali-kali melakukan kesalahan dan mengakibatkan tim kami kehilangan bola dengan mudahnya. Seperti biasa waktu bermain saya sangat singkat. Di titik ini saya sudah kehilangan kesabaran. Di bawah mistar, Mas Firman berkali-kali melakukan penyelamatan gemilang. Kalau bukan karena itu mungkin TU Delft sudah jadi bulan-bulanan.

Kekalahan dari ISS berbuntut panjang. Jerry tampak down. Bisa dipahami karena dia sudah berusaha keras. Sialnya lagi Ali menghampiri Jerry dan berkata: "kamu selalu kehilangan bola!". Saya sampai sedikit terperangah... Jerry is our best performer! Dia (single handedly in most of the time) yang membawa tim sampai kesini! Lalu si pemain terburuk yang nggak pernah datang latihan ini berani-beraninya berkata demikian. Tsk Tsk Tsk...

Pertandingan terakhir di grup adalah yang paling sulit. TU Delft kali ini menghadapi juara bertahan IHE Delft yang dikenal sangat tangguh. Kami harus menang dengan empat gol agar masuk final, Karena itu aku minta Saeed untuk menyingkir dari starting line-up. Pertandingan berlangsung ketat di beberapa menit pertama. Namun, uh-oh... masalah yang sama datang kembali. Saeed kembali memasukkan dirinya sendiri menggantikanku. Tekanan lawan makin hebat, Jerry sampai turun ke lini pertahanan untuk menahan gelombang serangan lawan untuk menutupi lubang yang (selalu) ditinggal Saeed. Hasil akhir sudah bisa ditebak, TU Delft tumbang lagi dan pupuslah harapan kami untuk masuk ke final.

Yang tersisa hanya pertandingan hiburan untuk penentuan peringkat ke-3. Mas Firman seperti biasa sangat antusias karena akan menghadapi IHS Rotterdam dengan strikernya "Si Kuncir Maut" dan memandang pertandingan ini sebagai kesempatan untuk revans. Pak Edy cedera engkel sementara Dwi Macho cedera di hatinya karena jarang dimainkan. Aku sudah angin-anginan dan ga begitu bersemangat lagi... Ternyata pertandingan perebutan tempat ke-3 ini jadi pertandingan paling ketat yang kami lakukan sepanjang turnamen. IHS tampak kesulitan menghadapi Jerry, namun Tarekh juga kelihatan kewalahan mengawal "Si Kuncir Maut". Skor saling kejar-mengejar antara TU Delft dan IHS. Jerry dan Mas Firman tampil sebagai bintang. Jerry dengan gol-golnya, dan Mas Firman yang berhasil menggagalkan penalti "Si Kuncir Maut". Akhirnya skor akhir 4-3 untuk TU Delft. TU Delft kembali menempati peringkat ke-3, sama dengan tahun lalu. Not bad lah.

Yang tersisa akhirnya cuma perandai-andaian saya saja. Andai Andrew main, andai si coach dibayar sama TU Delft supaya datang, andai kami dikasih tempat latihan untuk futsal, dan andai-andai yang lainnya. Mungkin saya akan kembali tahun depan, mungkin juga tidak. Yang jelas saat ini saya akan kembali ke sepakbola ceria dulu... hehehe...

Wednesday, March 19, 2008

Silsilah Keluarga Bebek

Yang suka baca Donal Bebek mungkin kadang bertanya-tanya dalam hati. Siapa sih Ibunya Kwak, Kwik, Kwek? Apa hubungan Nenek Bebek dan Paman Donal? Hehehe... Semua jawabannya ada disini, kecuali Bapak dari Kwak, Kwik, Kwek tetap misterius (dari milis IndoTUD).

Wednesday, March 12, 2008

Judi SMS

sumber: mailing list dan sejumlah website

Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain lepas kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari kehidupan mereka.

Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung atau ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat memprihatinkan.

Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang ratusan juta rupiah. Pasalnya, orang tua mereka ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms putera-puteri mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun kemenangan AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka anggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin aja.

Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI 005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah kos sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit mahal RP 500.000. Namun itu dipilih karena pertimbangan hemat ongkos transportasi. Kos itu sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada dugem dan kehidupan glamor, lha makan aja susah.

Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan, Nana, Yuke, Eki, dll. Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar. Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara yang lain kaga dapat/jarang dapat job.
Maklum artisnya sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah. Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar.

Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan anak Indonesia dijanjikan ketenaran dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi. Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali. Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka.

Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak, Pildacil juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela antre berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini. Seorang anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan membuat orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.

Mungkin ada yang tertarik buat ngangkat cerita itu ke media anda? Gw punya nomer kontak mereka. Gaya hidup mereka yang kontras dengan image publik kayanya menarik untuk diangkat. Ini juga penting agar anak-anak dan orang tua di Indonesia kaga tertipu lebih banyak lagi.

JUDI SMS MENGGILAAAA ......

Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara kontes-kontesan. Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni Terakhir, KDI, Putri Cantrik, dsb. Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari bibit penyanyi terbaik. Acara ini hanya sebagai kedok. Bisnis sebenarnya adalah SMS premium.

Bisnis ini sangat menggiurkan, lagi pula aman dari jeratan hukum -- setidaknya sampai saat ini. Mari kita hitung. Satu kali kirim SMS iayanya --anggaplah- - Rp 2000. Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk penyelenggara SMS Center (Satelindo, Telkomsel, dsb). Sisanya yang 40% untuk "bandar" (penyelenggara) SMS. Siapa saja bisa jadi bandar, asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke Internet nonstop 24 jam per hari dan membuat program aplikasinya.
Jika dari satu SMS ini "bandar" mendapat 40% (artinya sekitar Rp 800), maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari total penduduk Indonesia (Coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa yang punya handphone? Saya yakin lebih dari 40%), maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak Rp 80.000.000.000 (baca: Delapan puluh milyar rupiah). Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah ? rumah senilai 1 milyar, itu artinya bandar hanya perlu menyisihkan 1,25% dari keuntungan yang diraupnya sebagai "biaya promosi"! Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS hanya sekali. Masyarakat diminta mengirimkan SMS sebanyak-banyaknya agar jagoannya tidak tersisih, dan "siapa tahu" mendapat hadiah. Kata "siapa tahu" adalah untung-untungan, yang mempertaruhkan pulsa handphone. Pulsa ini dibeli pakai uang.
Artinya : Kuis SMS adalah 100% judi.

Begitu menggiurkannya bisnis ini, sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya pikir menyesatkan. Pemirsa televisi diminta menebak, "buka" atau "sahur", lalu jawabannya dikirim via SMS. Ada embel-embel gratis. Ada kata, "dapatkan handphone... " Saya bilang ini menyesatkan, karena pemirsa televisi bisa menyangka :
"Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang gratis (toll free), saya bisa
mendapat handphone gratis".

Kondisi ini sudah sangat menyedihkan.
Bahkan sangat gawat.
Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB.
Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi agen, jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak panah, sekarang orang bisa berjudi, hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat handphone!

Tolong bantu sebarkan kampanye anti judi SMS ini.
Tanpa bantuan anda, kampanye ini akan meredup dan sia-sia belakan